BAB 3 KEMAJEMUKAN BANGSA INDONESIA

Keberagaman sebagai Realitas Asali Kehidupan Manusia

Mengenal keragaman sebagai Realitas Asali Kehidupan Manusia

Sejak manusia dilahirkan, ada sebuah "kodrat" yang melekat di dalam dirinya. Kodrat itu sendiri adalah ketentuan yang diberikan kepada manusia dari keputusan Tuhan ketika manusia diciptakan. Beberapa kodrat itu adalah:
  1. Manusia lahir ke dalam dunia dengan keadaan tidak membawa apa-apa. 
  2. Setiap manusia yang diciptakan pasti berbeda satu dari yang lain 
  3. Manusia adalah makhluk sosial, atau homo homini socius. Oleh karena itu, manusia selalu mencari kawan karena ia tak bisa hidup seorang diri. 
  4. Selain makhluk sosial, manusia juga merupakan makhluk individu.
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Tiap individu yang berbeda  mencari kawan yang berbeda, tetapi dapat diajak hidup bersama. Itulah yang menyebabkan keberagaman dalam kehidupan manusia.
Keberagaman manusia menjadi sebuah realita dalam kehidupan berbangsa. Indonesia adalah negara yagn sangat kaya akan suku, bahasa, budaya, gaya hidup dan adat istiadat. Bila satu kota dengan kota sebelahnya sudah ada perbadaan bahasa, budaya, dll., bayangkan saja betapa besarnya keberagaman yang ada di Indonesia. Ini adalah realita yang sedang kita jalani. Semboyan yang dianut bangsa Indonesia, "Bhineka Tunggal Ika", menjadi suatu pemersatu bangsa di tengah keberagaman yang begitu besar. Semboyan ini menganut arti "kesatuan dalam keberagaman", atau unity in diversity

Kekhasan dalam tiap budaya di Indonesia tentu tidak bisa diseragamkan. Biasanya, karena ketidaktahuan atau ketidakacuhan seseorang, ia atau kelompoknya akan membuat praduga, bahkan mungkin kecurigaan kepada kelompok lain. Kemungkinan yang lebih buruk lagi adalah ketika seseorang beranggapan bahwa kelompok lain itu merupakan ancaman baginya. Oleh karena itu, agar ketidaktahuan itu tidak menimbulkan fanatisme, eksklusivisme dan radikalisme, ada tiga hal yang bisa dilakukan agar tidak terjadi bentrokan: 
  1. Saling menghormati antara satu kelompok dengan yang lain.
  2. Saling berusaha untuk mencari titik kesamaan.
  3. Saling memahami dan terbuka satu sama lain. 

Keberagaman dalam Kitab Suci

Pada Kitab Suci, keberagaman dapat ditilik dari dua kisah, yaitu kisah penciptaan dan kisah pengalaman bangsa Israel.
  1. Kisah Penciptaan 
Kejadian 1:1-2:25 mengisahkan asal mula dunia dan segala isinya. Allah, dengan FirmanNya, menciptakan dunia dan segala isinya, termasuk manusia, dalam 6 hari dan Ia beristirahat pada hari ke-7. Allah menciptakan begitu banyak hal dan ciptaan. Secara tidak langsung, selama 6 hari itu, Allah menyatakan kodrat seluruh ciptaanNya, yaitu unik. Setiap ciptaan itu unik dan Allah menghendaki agal segala ciptaan dapat saling menghormati hidup dan martabatnya satu dengan yang lain. 
  1. Kisah Pengalaman Bangsa Israel 
Bangsa Israel adalah bangsa yang telah dipilih oleh Allah sendiri. Rasa kebangsaan yang dimiliki oleh orang Israel bukan hanya berdasrkan dari kerinduan manusiawi mereka saja, tetapi juga karena adanya keyakinan dan harapan akan janji yang telah Allah berikan pada mereka, Dengan demikian ikatan pemersatu bangsa Israel ada 2, yaitu ikatan pemersatu genealogis dan iman akan Allah yang terlibat dalam kehiduapan mereka. 

Kesimpulannya: 
  1. Keberagaman, baik fisik, pribadi, karakter, maupun pengalaman sejarah, sudah menjadi kodrat manusia. 
  2. Kitab Suci tidak menghilangkan kenyataan keberagaman yang ada dalam kehidupan manusia. 
  3. Keberagaman dalam Kitab Suci menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia dengan segala pengalamannya.
  4.  Allah berkarya dengan cara yang khas bagi setiap pribadi manusia.


Menghormati dan Menghargai Setiap Pribadi Manusia


Gereja meyakini bahwa dirinya dapat diutus untuk mewartakan injil dan menanamkan Gereja di tengah-tengah segala bangsa (bdk. AG, art. 6). Dalam tugas perutusannya, Gereja tidak memiliki niat sedikit pun untuk menghapus adat-istiadat masyarakat setempat. Sebaliknya, Gereja masuk ke dalam budaya setempat dan masyarakat sekitar menerima Gereja

Gereja, melalui Konsili Vatikan II, menyatakan “Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-Agama Bukan Kristiani” (NA, art. 5). Kesimpulan dari pernyataan tersebut adalah:

  1. Kita tidak dapat menyerukan Allah Bapa kepada semua orang bila kita membeda-bedakan perlakuan kita ke beberapa orang tertentu dan tidak menganggapnya bukan saudara. Hal itu bukanlah kasih dan tanpa kasih, manusia tidak dapat mengenal Bapa. (“Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” 1 Yohanes 4:8).
  2. Gereja mengecam setiap diskriminasi atau penganiayaan terhadap orang-orang hanya karena perbadaan keturunan, warna kulit, kondisi hidup atau agama. Hal itu dicap berlawanan dengan semangat Kristus.
  3. Konsili Suci mengikuti jejak rasul kudus Petrus dan Paulus dan memohon kepada umat Kristiani untuk hidup damai dengan semua orang seperti yang dinyatakan dalam bagian awal 1 Petrus 2:12 “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi…”

Gereja mengajak umatnya untuk membangun persatuan dan perdamaian serta saling menghormati martabat rohani setiap orang (GS, art. 23 dan 27). Dua hal yang dapat diusahakan, sebagai umat Katolik, dalam menghadapi kemajemukan adalah: 


  1. Membongkar sikap eksklusif, yang dapat dilakukan dengan menghapus semangat primordial, semangat sektarian, sekat-sekat dan pengotak-kotakan yang sudah ada dalam masyarakat.
  2. Membangun sikap inklusif, yang dapat dilakukan dengan:
2.1.Berani menerima perbedaan sebagai anugerah.
2.2.Mengembangkan sikap saling menghargai, toleransi, rendah hati, solidaritas, dll.
2.3.Mau bekerja sama untuk menata masa depan.
2.4.Mengusahakan tata kehidupan yang adil dan beradab.
2.5.Mengusahakan kegiatan dan komunikasi lintas suku, agama dan ras.

Mengupayakan Perdamaian dan Persatuan

Keprihatinan hidup bangsa dan negara


Rangkuman Gaudium et Spes (GS, art.1):

  1. Kegembiraan, harapan, kecemasan dan duka milik orang zaman sekarang, terutama mereka yang miskin dan menderita, juga menjadi milik murid Kristus 
  2. Dalam tiap hati murid Kristus, bergema sesuatu yang sungguh manusiawi. Sebab persekutuan murid Kristus yang telah menerima dan menyampaikan warta keselamatan (penyelamatan umat manusia oleh pengorbanan Yesus) ke semua orang dibimbing oleh Roh Kudus dalam perziarahan menuju Kerajaan Bapa.
  3. Persekutuan murid Kristus erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya.

Rumusan GS, art. 1 tersebut menjadi pernyataan resmi gereja yang disampaikan oleh bapa konsili, sekaligus merupakan komitmen umat Katolik terhadap masyarakat dan dunia. Gereja menyadari bahwa dirinya adalah bagian integral dari masyarakat dan dunia. Oleh karena itu, umat Katolik tidak mengambil motivasi untuk tidak menutup diri dan ambil bagian dalam mengangani keprihatinan masyarakat dan dunia. 

Keprihatinan Gereja terhadap bangsa dan negara terungkap dalam Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) di Caringin, Bogor. Sidang ini sudah berlangsung sejak lama, yaitu tanggal 16-20 November 2005. Ringkasan dari salah satu artikelnya yang bertajuk “Melihat Realitas”:

  1. Gereja berupaya menganalisis secara objektif situasi khas atau keadaan negeri Indonesia.
  2. Alat bantu analisis Gereja adalah terang Injil dan Ajaran Sosial Gereja (ASG).
  3. Berdasarkan masukan-masukan dari berbagai keuskupan, terdapat 17 masalah pokok yang perlu diatasi bersama, yaitu:

3.1.Keretakan hidup berbangsa dan formalism agama
3.2.Otonomi daerah dan masyarakat adat
3.3.Korupsi (masalah budaya)
3.4.Korupsi (masalah lemahnya mekanisme kontrol)
3.5.Kemiskinan
3.6.Pengangguran
3.7.Kriminalitas/premanisme
3.8.Perburuhan
3.9.Pertanian
3.10.        Lingkungan hidup (berkaitan dengan hutan)
3.11.        Lingkungan hidup (berkaitan dengan non-hutan)
3.12.        Pendidikan formal: dasar-menengah
3.13.        Pendidikan formal: pendidikan tinggi
3.14.        Pendidikan non-formal: pendidikan (dalam) keluarga
3.15.        Pendidikan non-formal: kaum muda (termasuk masalah narkoba)
3.16.        Kesehatan
3.17.        Kekerasan dalam rumah tangga dan ketidaksetaraan gender

Refleksi akhir pada SAGKI yang bertajuk “Solidaritas Allah (Inkarnasi Allah)”, dapat dirangkum menjadi seperti berikut:
  1. Yohanes 1:14 “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita,…” : peristiwa Yesus yang adalah Allah menjelma menjadi manusia atau daging. Peristiwa ini dikenang sebagai peristiwa natal yang kita rayakan tiap tahun.
  2. Allah menjelma menjadi manusia : Allah mau solider dan merasakan semua yang dirasakan oleh manusia.
  3. Yesus mewartakan kabar gembira, bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang (Lukas 4:18-19 “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.") hal ini sungguh mengangkat harapan bagi orang miskin, lemah dan tersingkir.
  4. Yesus memberikan pencerahan kepada orang miskin, bahwa mereka dapat saling memberdayakan dengan solidaritas.
  5. Filipi 2:7-8 “melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” : karya Yesus yang menyelamatkan manusia dan seluruh semesta.
  6. Gereja dipanggil untuk mengikuti gerakan inkarnatoris Allah yang menjadi nyata dalam solidaritas Yesus Kristus.
  7. Gereja tidak boleh lari, melainkan diutus masuk ke dalam dunia yang tidak beradab untuk menyatakan hakikatnya.
  8. Gereja yang menemukan jati dirinya dalam Kristus Yesus akan berpihak dan solider pada manusia yang menjadi korban ketidakadilan. Oleh karena itu, Gereja perlu mengembangkan spiritualitas kesaksian (martyria), yaitu kesediaan untuk berkorban, dalam artian melayani tanpa pamrih dan menjadi pewarta kabar sukacita melalui kata-kata dan perbuatan.

Perjuangan Gereja Mengupayakan Perdamaian dan Persatuan Bangsa


Gereja hendak membaharui hidup dalam “habitus” baru. Pembaharuan atau perubahan diri, dalam arti pertobatan, akan kembali merujuk pada misteri natal. Bertobat bukan hanya sekadar dari “buruk” ke “baik”, melainkan secara lebih radikal, yaitu dari “sudah baik” menjadi “lebih baik”, bahkan “lebih baik” ke “terbaik/sempurna”. Seringkali ada rasa pesimis pada umat Katolik dalam mencapai ksempurnaan seperti yang dikehendaki Yesus, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5:48). 

Umat Katolik tidak cukup hanya menjadi baik saja. Umat Katolik dituntut memiliki semangat magis (Latin: lebih). Semangat magis itu sendiri artinya semangat untuk selalu menginginkan yang terbaik dalam segala hal. Ciri-ciri orang dengan semangat magis adalah:


  1. Tidak membandingkan dirinya dengan orang lain.
  2. Tidak pamer keunggulan.
  3. Tidak meremehkan orang lain.
  4. Terus mengusahakan yang terbaik.
  5. Tidak mudah menyerah/putus asa bila gagal.
  6. Terus maju dalam usaha mencapai kemajuan dan penyempurnaan diri.
  7.  Merupakan pribadi yang unggul dan optimal.
Salah satu contoh orang Kudus yang memiliki semangat ini adalah Santo Ignatius. Ia ingin agar dirinya dan pengikutnya mengikut Tuhan dan melayani sesama dengan sepenuh hati. 
 
Perjuangan Gereja dalam mengupayakan perdamaian dan persatuan bangsa merambah seluruh sektor kehidupan manusia. Gereja, dalam upayanya, sedang membangun Kerajaan Allah yang lebih inklusif, artinya untuk seluruh umat manusia tanpa memandang bulu.


Umat Katolik Mewujudkan Perdamaian dan Persatuan Bangsa

Perdamaian dan persatuan bangsa adalah kondisi kehidupan bangsa yang selaras dengan nilai-nilai Kerajaan Allah, sesuai dengan yang dicita-citakan Yesus sendiri. Keadilan, rasa aman, perdamaian, persaudaraan, kesejahteraan, dll. menjadi suasana yang didambakan oleh semua orang yang berkehendak baik dan berkenan di hadapan Allah. 

Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus akan terealisasi secara dinamis apabila Allah menjadi segalanya bagi manusia. Kerajaan Allah tersebut memiliki 4 aspek, yaitu:
  1. Eskatologis: Kerajaan Allah adalah pemenuhan harapan Israel secara definitif.
  2. Revelatoris: Kerajaan Allah mengungkapkan Pribadi Allah.
  3. Soteriologis: Kerajaan Allah itu keselamatan universal, yang terwujud ketikan manusia menjalin relasi pribadi dengan Allah.
  4. Kristologis: Kerajaan Allah tampak melaui sabda, tindakan dan melalui relasi dengan Yesus Kristus.
Kerajaan Allah merupakan proyek keselamatan Allah untuk umat manusia. Gereja sebagai sakramen Kerajaan Allah tidak identik dengan Kerajaan Allah, tetapi merupakan benih dan permulaan Kerjaan Allah di dunia (LG, art. 5). Gereja adalah sarana yang dikehendaki Allah dan oleh karena itu, Gereja harus terbuka kepada semua orang untuk bersaksi mengenai Kerajaan Allah tersebut.

Dasar fundamental keprihatinan Gereja untuk melayani Kerajaan Allah timbul dari keyakinan bahwa Allah mewahyukan misteri kepada Kristus, dan misteri itu menjadi warisan. Di samping itu, Gereja prihatin karena ia memiliki misi untuk menyinari, membimbing, menyuburkan dan mendorong sejarah umat manusia agar menjadi pembangun Kerajaan Allah

Upaya Gereja untuk memperjungkan nilai-nilai Kerajaan Allah tertuang dalam 5 tugas/fungsi Gereja saling terkait satu dengan yang lain yaitu diakonia (melayani), koinonia (persekutuan), kerygma (pewartaan), martyria (bersaksi) dan liturgia (liturgis). Fungsi pelayanan (diakonia) merupakan muara dari keempat fungsi lainnya. Melalui fungsi itu, Gereja mewujudkan Kerajaan Allah dengan antusias di tengah masyarakat yang majemuk, yaitu antara lain:
  1. Memberi pelayanan kesehatan yang terbuka untuk semua orang.
  2. Memberi pelayanan pendidikan yang menerima murid dari berbagai kalangan.
  3. Memberi pelayanan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Credit Union (CU).
  4. Melayani anak-anak yang kurang beruntung melalui Panti Asuhan atau Rumah Singgah.
  5. Melayani secara khusus orang-orang yang termarginalkan melalui pendampingan khusus.
Sesuai dengan sifat Gereja, yaitu “katolik” yang berarti universal, pelayanan-pelayanan tersebut ditujukan kepada semua orang. Jika fungsi diakonia ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, Kerajaan Allah dapat terealisasikan, dan gerakan Kerajaan Allah mampu menembus batas-batas agama, suku, ras dan antargolongan. Dengan demikian, umat Katolik telah mulai mewujudkan sebuah karya besar, yaitu perdamaian dan persatuan bangsa.




19A6

Komentar

  1. Mantab gan sangat membantuu proses pembelajaran pelajaran agama saya, ditunggu karya-karya yang lainnya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Doa Syukur Agung II

Doa Syukur Agung I

Peralatan Liturgi